Announcement

Jumat, 14 Februari 2014

Fenomenologi Agama (Tanjung Sakti

BAB. I . PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Besemah adalah salah satu suku di provinsi Sumatera-selatan tepatnya di daerah Tanjung Sakti. Suku besemah adalah suku Melayu dan daerahnya sangat luas terdiri dari Aceh Timur, Medan, Hamparan Perak Riau, Siak, Pagar Ruyung, Jambi, Palembang,  Lampung Ranau, Hingga daerah Bengkulu Selatan. Adat dan bahasa suku besemah yang digunakan masih cukup kental dan kepercayaan akan mitos sangat kuat karena belum banyak perubahan dari turun-temurun.
Gereja Santo Mikhael di Kecamatan Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, merupakan Gereja tertua di Sumatera Selatan. Gereja ini bagi Umat katolik merupakan yang tertua di Sumsel dan sebagai gereja misionaris untuk wilayah Sumbagsel. Sejak dibangun tahun 1898 hingga kini belum pernah dilakukan perbaikan atau rehab total, bangunannya masih sangat baik.
Jadi, Secara historis bahwa sejarah suku besemah, adat-istiadat serta gereja tertua di Sumatera Selatan merupakan harta yang berharga dan menjadi momentum dalam dunia sejarahwan untuk melestarikan budaya besemah dan tetap mempertahankan agama yang telah ada yaitu agama Katolik dan Islam di masa kini dan masa depan agar generasi-generasi berikutnya menjadi lebih baik dan tetap melestarikan budaya yang telah ada.

B.    Rumusan Masalah
1.     Mengenal sejarah budaya Pasemah dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
2.     Bagaimana budaya pasemah berhadapan dengan perkembangan zaman
3.     Bagaimana budaya pasemah dihayati dan dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
4.     Bagaimana hubungan budaya pasemah dengan agama-agama yang ada di tengah masyarakat
5.     Tantangan budaya pasemah di kemudian hari

C.    Tujuan Menulis 
1.     Mengetahui sejarah budaya Pasemah dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
2.     Mengetahui budaya pasemah berhadapan dengan perkembangan zaman
3.     Megetahui budaya pasemah dihayati dan dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
4.     Megetahui hubungan budaya pasemah dengan agama-agama yang ada di tengah masyarakat
5.     Megetahui Tantangan budaya pasemah di kemudian hari

BAB.II. PEMBAHASAN
Pembahasan
1.     Mengenal sejarah budaya besemah dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
Besemah merupakan negeri yang merdeka dan belum tersentuh oleh kekuatan asing (Hindia Belanda). Operasi-operasi militer untuk menaklukan daerah ini menurut Johan Hanafiah, seorang Sejarawan terkemuka di Sumatera Selatan berlangsung hampir 50 tahun lamanya. Ekspedisi militer Belanda sendiri mulai dilakukan dari tahun 1821-1867. Orang besemah dalam pandangan kaum kolonial dicitrakan sebagai kelompok masyarakat yang cenderung stereotype seperti kesan sebagai orang liar, tidak beradab sebagaimana ilustrasi mereka mengenai orang besemah seperti dibawah ini: “Itulah sebabnya orang Besemah berpenampilan khas seperti yang kita dapati sekarang : suatu bangsa yang kasar, memiliki pikiran-pikiran yang terbatas banyaknya mengenai kebebasan, tak pernah berkembang secara intelektual dan hanya memiliki pengetahuan tentang pertanian.”
Dalam peta kolonial Belanda daerah Besemah merupakan wilayah yang berada diantara Karesidenan Palembang dan wilayah Asisten Residen Bengkulu, dimana dibagian selatan dan barat daya berbatasan dengan afdeeling Manna, Tallo dan Besemah Ulu Air Keruh (masuk wilayah Bengkulu). Dibagian barat dan utara dengan daerah Rejang, Ampat Lawang dan Kikim serta di timur dan tenggara yakni daerah Mulak Ulu, Semendo Darat dan Semendo Ulu Luas, yang kesemuanya masuk wilayah Palembang. Daerah Besemah sendiri terdiri dari Besemah Lebar, Besemah Ulu Lintang, Besemah Ulu Manna dan Besemah Ulu Keruh.
Besemah yang kita kenal sekarang, sebenarnya lebih merupakan kesalahan pengucapan orang Belanda, demikian menurut Muhammad Saman seorang budayawan dan sesepuh disana. Sedangkan penduduk setempat menyebut diri mereka sebagai “orang Besemah”. Legenda tentang asal usul orang Besemah, menyebutkan seorang tokoh sakti yang dianggap sebagai leluhur mereka-puyang Atong Bungsu-karena keterkejutan melihat banyak ikan “semah” di sebuah sungai yang mengalir di lembah Dempo.
Orang Besemah memiliki ciri fisik dan karakter yang berbeda dengan orang Melayu disekitarnya. Gramberg menyebutkan setidaknya ada 2 anasir asing yang memiliki pengaruh kuat disini, yakni pengaruh Jawa dan Lampung, seperti terlihat dalam aspek lingustiknya. Gramberg juga menggambarkan adanya perbedaan yang mencolok antara orang Besemah dengan orang Melayu di dataran tinggi yang tinggal disekitarnya, menurutnya orang Besemah sudah memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dalam lapangan pertanian (persawahan). ketimbang penduduk lokal lainnya yang masih bersifat primitif (berladang).
Dari perspektif geo-politik masa pra kolonial, daerah Besemah bersama Rejang menjadi semacam bufferstate-daerah penyangga- yang memisahkan antara pengaruh Banten di daerah Bengkulu dan Majapahit di Palembang. Kemudian pada masa kekuasaan Kesultanan Palembang daerah ini dimasukan kedalam wilayah pemerintahan daerah pedalaman (ulu). Posisi Besemah relatif otonom dan memiliki kedaulatan untuk mengatur wilayahnya, sebagai daerah Sindang mereka tidak dibebani untuk membayar pajak ataupun upeti kepada penguasa Kesultanan Palembang. Akan tetapi mereka berkewajiban membantu kesultanan untuk menjaga ketertiban dan keamanan di daerah perbatasan, sebagaimana digambarkan oleh Roo De Faille dibawah ini:
Orang Pasemah bukan semata-mata orang-orang bawahan, mereka lebih merupakan kawan-kawan seperjuangan dari Sultan yang dilindunginya, meskipun mereka, seperti terbukti dari piagam Susuhunan Ratu, telah menerima penjagaan batas (sindang) sebagai tugas dan mengikat diri untuk mentaati beberapa peraturan yang menunjuk kepada pengakuan daripada kekuasaannya.

Struktur pemerintahan tradisional Besemah memiliki kekhususan dibanding daerah Sumatera Selatan yang lebih kita kenal dengan sistem pemerintahan marga, disini dijumpai apa yang disebut sistem sumbai, yang keberadaanya erat dengan struktur masyarakatnmya, sumbai barangkali identik dengan pengertian suku seperti di Minangkabau atau marga di Batak. Sumbai didasarkan pada sistem patrilineal, diwariskan dari garis keturunan ayah, setidaknya ada 6 sumbai yang pernah dikenal dalam sejarah Besemah, yakni antara lain: Sumbai Besar, Sumbai Ulu Lurah, Sumbai Pangkal Lurah (termasuk Tanjung Raya), Sumbai Mangku Anom, Sumbai Semidang dan Sumbai Penjalang.
Keenam sumbai merupakan kesatuan yang bersifat federatif yang disebut “Lampik Empat Mardika Dua”, maksudnya keempat sumbai pertama mengakui kekuasaan Sultan dengan suatu piagam antara Sultan dengan Lampit Ampat, sedangkan Sumbai Penjalang dan Semidang posisinya tidak bawah kekuasaan Sultan (merdeka) dan baru pada tahun 1886 jatuh ketangan Belanda. Ketika karakter sumbai yang semula didasarkan pada ikatan genealogis, ketika Belanda mencoba melakukan perubahan dengan unit pemeritahan yang lebih bersifat teritorial, pada akhirnya justru menghasilkan kekaburan dalam kepemimpinan formal masyarakat Besemah.
Dalam struktur ekonomi kolonial, daerah Besemah merupakan sentra penghasil produk pertanian yang memiliki nilai ekspor tinggi seperti kopi. Pada masa ini berkembang onderneming seperti Besemah Estate yang pernah menghasilkan rekor tertinggi produksi kopi pada dekade kedua awal abad ke-20 sebanyak 14.000 ton. Bahkan komoditas kopi lebih dikenal dulu oleh masyarakat setempat ketimbang karet yang mengalami booming pada periode selanjutnya.
Dan yang tidak boleh kita lupakan bahwa Besemah merupakan salah satu tempat di Indonesia yang mempunyai tempat khusus dalam studi arkeologi sehubungan dengan banyak tinggalan benda-benda pra sejarah, sebagaimana tulisan Peter Bellwood yang memasukan Besemah sebagai penghasil bangunan megalith terpenting yang menarik perhatian para arkeolog sejak tahun 1950.

Pada 1 September 1888, Pastor Johannes van Meurs membuka dua sekolah di Tanjung Sakti. Sampai tahun 1890, di Tanjung Sakti terdapat 8 orang katolik semuanya orang-orang pribumi. Pada April 1891, Pastor Johannes van Meurs meninggalkan Tanjung Sakti karena sakit keras. Pada 8 Agustus 1891, ia meninggal dunia di Sukabumi.
Pada Juni 1891, Pastor Leonardus Jennissen, imam Jesuit, datang ke Tanjung Sakti meneruskan karya misi dari Pastor Johannes van Meurs. Seorang bruder Jesuit, Bruder Jacobus Verster juga datang ke Tanjung Sakti. Bruder ini mengelola sekolah-sekolah yang sudah dibuka dan membangun sebuahgereja kecil di Tanjung Sakti. Tahun 1898, di Tanjung Sakti terdapat 325 orang katolik yang sudah dibaptis dan Tanjung Sakti sudah menjadi paroki sendiri. Paroki ini sempat ditinggalkan sementara oleh Pastor Leonardus Jennissen yang pindah ke Padang. Pada tahun 1901, Pastor Leonardus Jennissen dapat kembali lagi ke Tanjung Sakti. Beberapa imam Jesuit yang melayani Sungai Selan sempat mengunjungi Tanjung Sakti untuk sementara dalam perjalanan pastoral ke Palembang. Tahun 1902, Pastor Arnoldus Korstenhorst yang mengunjungi umat Katolik di Palembang, meneruskan perjalanannya ke Tanjung Sakti. Pada tahun 1904, Mgr. Wilhelmus Staal,Vikaris Apostilik Batavia, mengunjungi Tanjung Sakti untuk menerimakan Sakramen Krisma dan membaptis beberapa orang Katolik. Ia tinggal selama lima hari di Tanjung Sakti, kemudian meneruskan perjalanannya ke Bengkulu. Dari Tanjung Sakti, Pastor Leonardus Jennissen juga melayani daerah-daerah lain di sekitarnya seperti Muara Enim dan Bengkulu. Tahun 1910, jumlah umat Katolik di Tanjung Sakti sekitar 600 orang.
Pada 27 Desember 1923, Vatikan mendirikan PrefekturApostolik Bengkulu dengan pusatnya di Tanjung Sakti. Prefektur Apostolik Bengkulu melayani seluruh wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan Jambi; luasnya 5,5 kali luas Belanda Imam-imamSCJ dipercaya menangani PrefekturApostolik Bengkulu. Untuk membuka misi, Provinsi SCJ Belanda mengutus 3 misionaris yaitu Pastor Henricus van Oort, Pastor Carolus van Stekelenburg, dan Bruder Felix van Langenberg. Seorang imam SCJ yang berkarya di Kongo yaitu Pastor Henricus Smeets diangkat sebagai PrefekturApostolik Bengkulu yang pertama.  PrefekturApostolik Bengkulu  baru memiliki sekitar 500 orangKatolik ketika pertama kali didirikan.
Gereja ini bagi Umat katolik merupakan yang tertua di Sumsel dan sebagai gereja misionaris untuk wilayah Sumbagsel. Sejak dibangun tahun 1898 hingga kini belum pernah dilakukan perbaikan atau rehab total, bangunannya masih sangat baik.
Gereja Santo Mikhael pertama kali dibangun oleh Pastor Jan Van Kamper SCJ untuk penyebaran agama Kristen di Sumsel. Gedung untuk ibadat ini dibangun pada 19 September 1898. Gereja ini pada zaman penjajahan Jepang pernah terhenti aktivitasnya karena digunakan menjadi gudang, tetapi setelah itu kembali difungsikan.
Ukuran gereja pertama kali dibangun sekitar 5 x 9 meter di atas lahan kurang dari seperempat hektar, dibangun dengan semipermanen menggunakan kayu terbaik. Sampai saat ini sudah 115 tahun kondisi bangunannya masih utuh dan belum pernah dilakukan pergantian.
Kayu yang digunakan untuk membuat gereja juga khusus diambil dari jenis kualitas nomor satu atau lebih dikenal oleh masyarakat lokal dengan kayu tenam, lagan, atau cemaro.

Gereja ini seolah hanya memiliki nilai sejarah, mengingat jemaatnya banyak berkurang, hanya tinggal sekitar 60 orang. Sedangkan pasturnya paling lama menjabat, yaitu Bruder Jacobus Zinken sekitar 30 tahun. Baru digantikan oleh pastor berkewarganegaraan Indonesia.
Tanjung Sakti memiliki banyak peninggalan sejarah termasuk gereja, tugu pahlawan, dan beberapa bangunan pada masa perjuangan. Namun, kondisinya kurang terpelihara dengan baik.
Fenemena legenda, religi, mitos, atau magi dalam budaya pasemah dan keyakinan dasar apa yang melatarbelakanginya.

2.     Bagaimana budaya besemah berhadapan dengan perkembangan zaman
Budaya besemah memiliki berbagai macam adat istiadat dan ada istiadat itu sendiri adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang PASMAH (Besemah) yang menjadi dasar perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adat istiadat berisikan mengenai :
1.     Adat istiadat yang  tidak mempunyai akibat hukum atau reaksi adat (upacara hukum, dan adat sopan santun)
2.     Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum yang disebut hukum adat (pelanggaran-pelanggaran)
Adat istiadat menjadi dasar kehidupan orang-orang besemah itu sendiri, tentunya banyak tantangan yang dihadapankan pada masyarakat besemah. Dengan adanya era globalisasi ini menjadi jawaban dan tantangan suku besemah di saat ini dan di masa yang akan datang. Adanya globalisasi tentu memiliki dampak tersendiri bagi masyarakat dan setiap pribadi, tinggal kita sendiri yang melakukan dan memilih mana yang baik dan buruk. Perkembangan zaman membuat adat besemah menjadi sedikit di lupakan oleh anak muda yang berada di desa besemah, tetapi aturan tetap aturan dan harus ditegakan agar tidak terjadi tindakan yang merugikan budaya besemah dan masyarakat. Perkembangan zaman membawa masyarakat besemah semakin maju dan berkembang dari infrastrukur pedesaan, jembatan, jalan raya dan lain-lain, sehingga masyarakat besemah di permudah dalam melakukan pekerjaan dan menjalankan aktivitas mereka. Perkembangan zaman tidak membuat masyakat besemah sulit untuk beradaptasi dengan keadaan zaman sekarang, tetapi membuat masyarakat besemah semakin maju dari zaman-zaman sebelumnya.
3.     Bagaimana budaya besemah dihayati dan dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
Budaya besemah memang sudah menjadi tradisi dari turun-temurun, sampai saat ini budaya besemah tidak luntur dan tidak ada perubahaan yang sangat besar di dalam aturan adat-istiadat. Budaya besemah sungguh di hayati dan dipraktekan oleh masyarakat besemah dan menjadi aturan dalam berprilaku dan bergaul antar sesama.
Adapun beberapa hukum adat yang ada di daerah besemah yaitu :

1.     Hukum adat bujang gadis (Mencari jodoh) terdiri dari :
·       “Begare”  (Pertemuan malam hari)
·       “Bergare” (Pertemuan lain)
·       Kule berete
·       Kule ambek anak (ambek anak / setelah menikah si bujang / pengantin laki – laki tinggal di tempat wanita)
·       Kule sesame
·       Kawin lari (dengan aturan pamit kepada kepala desa atau pemua adat)
2.     Hukum adat tentang kematian
·       Bejeghum (Pemberitahuan)
3.     Hukum Adat seni budaya terdiri dari beberapa budaya tradisional yaitu:
·       Tari kebagh
·       Tari siwar
·       Guritan
·       Pencak silat
·       Tari kikuk
·       Tari pedang
·       Serdam
Hukum adat tersebut menjadi pedoman oleh masyarakat besemah dalam berkunjung atau bertamu, kematian dan seni yang ada di masyarakat besemah dan harus di lestarikan dan dihayati dan di praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, masyarakat besemah sungguh benar-benar menjalankan adat-istiadat yang berlaku hingga saat ini. Sesuai kenyataan hukum adat besemah sudah di hayati dan dipraktekan dalam kehidupan masyarakat besemah itu sendiri.
4.     Bagaimana hubungan budaya besemah dengan agama-agama yang ada di tengah masyarakat
Walau memiliki keragaman suku, dan berbagai agama yang dianut suku besemah, namun untuk konflik antar pemeluk agama belum pernah terjadi di Tanjung Sakti Sumatera Selatan (Sumsel). Menurut Bapak Muhar Duasim daerah besemah selalu kondusif kerukunan umat beragamanya baik agama katolik maupun agama islam.

Hal inilah menurut Bapak Muhar Duasim, yang harus terus dijaga. Umat beragama di daerah Tanjung Sakti, diharapkan Bapak Muhar Duasim, tidak mudah terprovokasi dan terpecah belah oleh permasalahan  agama yang sedang terjadi saat ini. Misalnya konflik antara umat agama islam dan katolik. “Belum ada konflik keagamaan, yang mengacu kepada perpecahan di Daerah Tajung Sakti. Karenanya kerukunan yang sudah terbina ini, harus terus dijaga.”
Walaupun di Tanjung Sakti, berkumpul banyak suku bangsa namun kondisi Tanjung Sakti tetap kondusif dan semua masyarakat bebas melakukan kegiatan keagaman. Banyak pihak yang berperan dan berupaya memperat hubungan antara pemeluk agama antaranya pemangku adat dan kepala desa, agar tidak adanya perbedaan antara umat beragama di daerah Tanjung Sakti. Dengan begitu, konflik tidak akan terjadi.”
Dulu daerah Tanjung Sakti masih meletakan kepercayaan mereka kepada nenek moyang, kepercayaan akan benda-benda sakti dan memuja pohon-pohon besar. Hal ini sungguh bertentangan dengan ajaran agama yang telah ada. Dari perkembangan zaman dan peradaban agama di daerah Tanjung Sakti membuat masyarakat di sana semakin menemukan jalur atau jalan yang benar mengenai agama. Saat ini, tinggal sedikit masyarakat Tanjung Sakti yang memuja berhala, kebanyakan sudah memiliki agama dan percayaan terhadap Tuhan.
5.     Tantangan budaya besemah di kemudian hari
Budaya besemah tentu memiliki banyak tantangan di kemudian hari apalagi dunia sekarang sudah sangat cepat berubah baik dari segi teknologi ataupun gaya hidup manusianya. Tantangan di era globalisasi membuat budaya besemah sedikit pudar karena rata-rata dari anak muda yang telah tamat SMA atau sederajat untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu perguruan tinggi di luar daerah Tanjung Sakti. Misalnya Palembang, Jawa, Jakarta dan lain-lain. Ketika anak muda merantau dari daerahnya ke daerah lain tentu memiliki budaya dan adat-istiadat yang berbeda dengan daerah aslinya. Oleh karena itu, orang muda yang diharapkan akan kembali ke tanjung sakti sebagai penerus generasi berikutnya tapi lebih memilih untuk tinggal di kota atau daerah yang lebih baik dari daerah Tanjung Sakti, sehingga sedikit demi sedikit orang muda di situ habis dan penerus generasi berikutnya pun berkurang.

Budaya besemah pun lama-lama akan tidak terpakai bahkan nanti akan ada perubahan terhadap peraturan karena hampir 90 % semua masyarakat Indonesia khusunya daerah Tanjung Sakti mengikuti mode atau cara berpenampilan orang luar negeri dan tingkah laku orang luar negeri. Arus globalisasi yang semakin cepat membuat pemikiran dan tingkah laku setiap orang berbeda-beda karena dampak televisi, dunia maya, dan banyak lainnya. Dampak tersebut membuat pola pikir generasi muda semakin ingin melupakan budaya besemah dan ingin mencoba gaya hidup westerenisasi, mulai dengan pola rambut, berbicara, bersikap, dan pakaian. Hal tersebut memungkinkan budaya besemah dikemudian hari akan luntur karena era globalisasi tapi tinggal pribadi setiap orang yang bisa menentukan jalan hidupnya.

BAB.III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
Gereja Katolik dengan inkulturasi budaya besemah merupakan perpaduan dan percampuran sejarah yang sangat unik karena adanya peradaban dengan budaya setempat yaitu budaya besemah. Agama menjadi jalur silaturahmi antar umat beragama baik Katolik ataupun non Katolik, sehingga tidak adanya perpecahan antar umat beragama dan selalu hidup berdampingan. Pengetahuan mengenai agama haruslah di didik ke pada generasi muda sejak dini agar tidak sempit mengenai pemikiran agama dan mengajarkan hal-hal yang positif terhadap generasi muda dan memberikan pembelajaran mengenai budaya besemah kepada generasi muda agar mereka mau mencintai budaya yang telah ada. Fenomena legenda, religi, mitos atau magi merupakaan fenomena yang bener-benar ada dan masih sangat kental dalam masyarakat besemah, karena adanya kepercayaan terhadap leluhur atau nenek moyang sehingga hal ini tidak menjadi kesalahan pahaman dalam mempercayai Tuhan.
Kesan dalam mengikuti perkuliahan fenomenologi agama dan acara outing class sangatlah seru, banyak tantangan dan hati tidak bisa tenang kalau sudah memasuki kota pagaralam karena kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang besar. Adanya sedikit kekecewaan karena waktu yang dijadwalkan tidak sesuai dengan yang diharapkan karena faktor kendaraan. Pengetahuan mengenai adat-istiadat dan sejarah Gereja Katolik yang pertama di Sumatera Selatan adalah pengetahuan baru yang di dapat dan langsung di praktekan secara langsung. Pesannya untuk perkuliahan fenomenologi agama dan acara outing class adalah lebih memikirkan secara matang lagi mengenai kendaraan, karena kendaraan merupakan faktor pertama dalam keberangkatan ke daerah Tanjung Sakti. Saran saya menggunakan bus yang lebih kecil sehingga bisa menaklukan rintangan yang ada dan peserta merasa nyaman dalam perjalanan.

B.    Sasaran          
Perkenalkan agama kepada anak-anak disekitar sejak dini agar anak itu dapat tumbuh menjadi manusia dewasa yang lebih berkualitas, berakhlak dan mampu mengendalikan diri dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan adanya beberapa fenomenologi mengenai adat istiadat dan kepercayaan agama membuat kita semakin mengerti mengenai adat istiadat dan agama yang sudah kita peluk dan mempercayai agama tersebut, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman mengenai agama dan akibatnya terjadi pertengkaran atau perpecahan antara umat beragama. Hilangkanlah sifat yang ingin menang sendiri dan carilah ilmu yang lebih banyak lagi sehingga pemikiran kita mengenai agama itu tidak sempit. mulailah ubah dunia ini dengan ketenangan antara umat beragama sehingga dapat berelasi dengan baik antara umat beragama sehingga terciptanya hubungan yang erat antar semua umat beragama.


 Daftar Pustaka
Anonim 2013.Adat Istiadat Besemah Ulu Manna (Tanjung Sakti). Tanjung Sakti:Sumatera  Selatan.
Jajangrkawentar.2013. Gereja Lahat Tertua di Sumatera Selatan,(Online). (http://www.harianlahat.com/2013/02/gereja-lahat-tertua-di-sumatera-selatan/#.UsWkeNIW3g8 diakses tanggal 15 Februari 2013)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar