BAB.
I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Besemah
adalah salah satu suku di provinsi Sumatera-selatan tepatnya di daerah Tanjung
Sakti. Suku besemah adalah suku Melayu dan daerahnya sangat luas terdiri dari
Aceh Timur, Medan, Hamparan Perak Riau, Siak, Pagar Ruyung, Jambi,
Palembang, Lampung Ranau, Hingga daerah
Bengkulu Selatan. Adat dan bahasa suku besemah yang digunakan masih cukup kental
dan kepercayaan akan mitos sangat kuat karena belum banyak perubahan dari
turun-temurun.
Gereja
Santo Mikhael di Kecamatan Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan,
merupakan Gereja tertua di Sumatera Selatan. Gereja ini bagi Umat katolik
merupakan yang tertua di Sumsel dan sebagai gereja misionaris untuk wilayah
Sumbagsel. Sejak dibangun tahun 1898 hingga kini belum pernah dilakukan
perbaikan atau rehab total, bangunannya masih sangat baik.
Jadi,
Secara historis bahwa sejarah suku besemah, adat-istiadat serta gereja tertua
di Sumatera Selatan merupakan harta yang berharga dan menjadi momentum dalam
dunia sejarahwan untuk melestarikan budaya besemah dan tetap mempertahankan
agama yang telah ada yaitu agama Katolik dan Islam di masa kini dan masa depan
agar generasi-generasi berikutnya menjadi lebih baik dan tetap melestarikan
budaya yang telah ada.
B. Rumusan Masalah
1. Mengenal
sejarah budaya Pasemah dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
2. Bagaimana
budaya pasemah berhadapan dengan perkembangan zaman
3. Bagaimana
budaya pasemah dihayati dan dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
4. Bagaimana
hubungan budaya pasemah dengan agama-agama yang ada di tengah masyarakat
5. Tantangan
budaya pasemah di kemudian hari
C. Tujuan Menulis
1. Mengetahui
sejarah budaya Pasemah dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
2. Mengetahui
budaya pasemah berhadapan dengan perkembangan zaman
3. Megetahui
budaya pasemah dihayati dan dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
4. Megetahui
hubungan budaya pasemah dengan agama-agama yang ada di tengah masyarakat
5. Megetahui
Tantangan budaya pasemah di kemudian hari
BAB.II.
PEMBAHASAN
Pembahasan
1.
Mengenal sejarah budaya besemah dan
fenomena-fenomena yang terjadi dalam budaya pasemah
Besemah
merupakan negeri yang merdeka dan belum tersentuh oleh kekuatan asing (Hindia
Belanda). Operasi-operasi militer untuk menaklukan daerah ini menurut Johan
Hanafiah, seorang Sejarawan terkemuka di Sumatera Selatan berlangsung hampir 50
tahun lamanya. Ekspedisi militer Belanda sendiri mulai dilakukan dari tahun
1821-1867. Orang besemah dalam pandangan kaum kolonial dicitrakan sebagai
kelompok masyarakat yang cenderung stereotype seperti kesan sebagai orang liar,
tidak beradab sebagaimana ilustrasi mereka mengenai orang besemah seperti
dibawah ini: “Itulah sebabnya orang Besemah berpenampilan khas seperti yang
kita dapati sekarang : suatu bangsa yang kasar, memiliki pikiran-pikiran yang
terbatas banyaknya mengenai kebebasan, tak pernah berkembang secara intelektual
dan hanya memiliki pengetahuan tentang pertanian.”
Dalam
peta kolonial Belanda daerah Besemah merupakan wilayah yang berada diantara
Karesidenan Palembang dan wilayah Asisten Residen Bengkulu, dimana dibagian
selatan dan barat daya berbatasan dengan afdeeling Manna, Tallo dan Besemah Ulu
Air Keruh (masuk wilayah Bengkulu). Dibagian barat dan utara dengan daerah
Rejang, Ampat Lawang dan Kikim serta di timur dan tenggara yakni daerah Mulak
Ulu, Semendo Darat dan Semendo Ulu Luas, yang kesemuanya masuk wilayah Palembang.
Daerah Besemah sendiri terdiri dari Besemah Lebar, Besemah Ulu Lintang, Besemah
Ulu Manna dan Besemah Ulu Keruh.
Besemah
yang kita kenal sekarang, sebenarnya lebih merupakan kesalahan pengucapan orang
Belanda, demikian menurut Muhammad Saman seorang budayawan dan sesepuh disana.
Sedangkan penduduk setempat menyebut diri mereka sebagai “orang Besemah”. Legenda
tentang asal usul orang Besemah, menyebutkan seorang tokoh sakti yang dianggap
sebagai leluhur mereka-puyang Atong Bungsu-karena keterkejutan melihat banyak
ikan “semah” di sebuah sungai yang mengalir di lembah Dempo.
Orang
Besemah memiliki ciri fisik dan karakter yang berbeda dengan orang Melayu
disekitarnya. Gramberg menyebutkan setidaknya ada 2 anasir asing yang memiliki
pengaruh kuat disini, yakni pengaruh Jawa dan Lampung, seperti terlihat dalam
aspek lingustiknya. Gramberg juga menggambarkan adanya perbedaan yang mencolok
antara orang Besemah dengan orang Melayu di dataran tinggi yang tinggal
disekitarnya, menurutnya orang Besemah sudah memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi dalam lapangan pertanian (persawahan). ketimbang penduduk lokal lainnya
yang masih bersifat primitif (berladang).
Dari
perspektif geo-politik masa pra kolonial, daerah Besemah bersama Rejang menjadi
semacam bufferstate-daerah penyangga- yang memisahkan antara pengaruh Banten di
daerah Bengkulu dan Majapahit di Palembang. Kemudian pada masa kekuasaan
Kesultanan Palembang daerah ini dimasukan kedalam wilayah pemerintahan daerah
pedalaman (ulu). Posisi Besemah relatif otonom dan memiliki kedaulatan untuk
mengatur wilayahnya, sebagai daerah Sindang mereka tidak dibebani untuk
membayar pajak ataupun upeti kepada penguasa Kesultanan Palembang. Akan tetapi
mereka berkewajiban membantu kesultanan untuk menjaga ketertiban dan keamanan
di daerah perbatasan, sebagaimana digambarkan oleh Roo De Faille dibawah ini:
Orang
Pasemah bukan semata-mata orang-orang bawahan, mereka lebih merupakan
kawan-kawan seperjuangan dari Sultan yang dilindunginya, meskipun mereka,
seperti terbukti dari piagam Susuhunan Ratu, telah menerima penjagaan batas
(sindang) sebagai tugas dan mengikat diri untuk mentaati beberapa peraturan
yang menunjuk kepada pengakuan daripada kekuasaannya.
Struktur
pemerintahan tradisional Besemah memiliki kekhususan dibanding daerah Sumatera
Selatan yang lebih kita kenal dengan sistem pemerintahan marga, disini dijumpai
apa yang disebut sistem sumbai, yang keberadaanya erat dengan struktur
masyarakatnmya, sumbai barangkali identik dengan pengertian suku seperti di
Minangkabau atau marga di Batak. Sumbai didasarkan pada sistem patrilineal,
diwariskan dari garis keturunan ayah, setidaknya ada 6 sumbai yang pernah
dikenal dalam sejarah Besemah, yakni antara lain: Sumbai Besar, Sumbai Ulu
Lurah, Sumbai Pangkal Lurah (termasuk Tanjung Raya), Sumbai Mangku Anom, Sumbai
Semidang dan Sumbai Penjalang.
Keenam
sumbai merupakan kesatuan yang bersifat federatif yang disebut “Lampik Empat
Mardika Dua”, maksudnya keempat sumbai pertama mengakui kekuasaan Sultan dengan
suatu piagam antara Sultan dengan Lampit Ampat, sedangkan Sumbai Penjalang dan
Semidang posisinya tidak bawah kekuasaan Sultan (merdeka) dan baru pada tahun
1886 jatuh ketangan Belanda. Ketika karakter sumbai yang semula didasarkan pada
ikatan genealogis, ketika Belanda mencoba melakukan perubahan dengan unit
pemeritahan yang lebih bersifat teritorial, pada akhirnya justru menghasilkan
kekaburan dalam kepemimpinan formal masyarakat Besemah.
Dalam
struktur ekonomi kolonial, daerah Besemah merupakan sentra penghasil produk
pertanian yang memiliki nilai ekspor tinggi seperti kopi. Pada masa ini berkembang
onderneming seperti Besemah Estate yang pernah menghasilkan rekor tertinggi
produksi kopi pada dekade kedua awal abad ke-20 sebanyak 14.000 ton. Bahkan
komoditas kopi lebih dikenal dulu oleh masyarakat setempat ketimbang karet yang
mengalami booming pada periode selanjutnya.
Dan
yang tidak boleh kita lupakan bahwa Besemah merupakan salah satu tempat di
Indonesia yang mempunyai tempat khusus dalam studi arkeologi sehubungan dengan
banyak tinggalan benda-benda pra sejarah, sebagaimana tulisan Peter Bellwood
yang memasukan Besemah sebagai penghasil bangunan megalith terpenting yang
menarik perhatian para arkeolog sejak tahun 1950.
Pada
1 September 1888, Pastor Johannes van Meurs membuka dua sekolah di Tanjung
Sakti. Sampai tahun 1890, di Tanjung Sakti terdapat 8 orang katolik semuanya
orang-orang pribumi. Pada April 1891, Pastor Johannes van Meurs meninggalkan
Tanjung Sakti karena sakit keras. Pada 8 Agustus 1891, ia meninggal dunia di
Sukabumi.
Pada
Juni 1891, Pastor Leonardus Jennissen, imam Jesuit, datang ke Tanjung Sakti
meneruskan karya misi dari Pastor Johannes van Meurs. Seorang bruder Jesuit,
Bruder Jacobus Verster juga datang ke Tanjung Sakti. Bruder ini mengelola
sekolah-sekolah yang sudah dibuka dan membangun sebuahgereja kecil di Tanjung
Sakti. Tahun 1898, di Tanjung Sakti terdapat 325 orang katolik yang sudah
dibaptis dan Tanjung Sakti sudah menjadi paroki sendiri. Paroki ini sempat
ditinggalkan sementara oleh Pastor Leonardus Jennissen yang pindah ke Padang.
Pada tahun 1901, Pastor Leonardus Jennissen dapat kembali lagi ke Tanjung
Sakti. Beberapa imam Jesuit yang melayani Sungai Selan sempat mengunjungi
Tanjung Sakti untuk sementara dalam perjalanan pastoral ke Palembang. Tahun
1902, Pastor Arnoldus Korstenhorst yang mengunjungi umat Katolik di Palembang,
meneruskan perjalanannya ke Tanjung Sakti. Pada tahun 1904, Mgr. Wilhelmus
Staal,Vikaris Apostilik Batavia, mengunjungi Tanjung Sakti untuk menerimakan
Sakramen Krisma dan membaptis beberapa orang Katolik. Ia tinggal selama lima
hari di Tanjung Sakti, kemudian meneruskan perjalanannya ke Bengkulu. Dari
Tanjung Sakti, Pastor Leonardus Jennissen juga melayani daerah-daerah lain di
sekitarnya seperti Muara Enim dan Bengkulu. Tahun 1910, jumlah umat Katolik di
Tanjung Sakti sekitar 600 orang.
Pada
27 Desember 1923, Vatikan mendirikan PrefekturApostolik Bengkulu dengan
pusatnya di Tanjung Sakti. Prefektur Apostolik Bengkulu melayani seluruh
wilayah Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan Jambi; luasnya 5,5 kali luas
Belanda Imam-imamSCJ dipercaya menangani PrefekturApostolik Bengkulu. Untuk
membuka misi, Provinsi SCJ Belanda mengutus 3 misionaris yaitu Pastor Henricus
van Oort, Pastor Carolus van Stekelenburg, dan Bruder Felix van Langenberg.
Seorang imam SCJ yang berkarya di Kongo yaitu Pastor Henricus Smeets diangkat
sebagai PrefekturApostolik Bengkulu yang pertama. PrefekturApostolik Bengkulu baru memiliki sekitar 500 orangKatolik ketika
pertama kali didirikan.
Gereja
ini bagi Umat katolik merupakan yang tertua di Sumsel dan sebagai gereja
misionaris untuk wilayah Sumbagsel. Sejak dibangun tahun 1898 hingga kini belum
pernah dilakukan perbaikan atau rehab total, bangunannya masih sangat baik.
Gereja
Santo Mikhael pertama kali dibangun oleh Pastor Jan Van Kamper SCJ untuk
penyebaran agama Kristen di Sumsel. Gedung untuk ibadat ini dibangun pada 19
September 1898. Gereja ini pada zaman penjajahan Jepang pernah terhenti
aktivitasnya karena digunakan menjadi gudang, tetapi setelah itu kembali
difungsikan.
Ukuran
gereja pertama kali dibangun sekitar 5 x 9 meter di atas lahan kurang dari
seperempat hektar, dibangun dengan semipermanen menggunakan kayu terbaik.
Sampai saat ini sudah 115 tahun kondisi bangunannya masih utuh dan belum pernah
dilakukan pergantian.
Kayu
yang digunakan untuk membuat gereja juga khusus diambil dari jenis kualitas
nomor satu atau lebih dikenal oleh masyarakat lokal dengan kayu tenam, lagan,
atau cemaro.
Gereja
ini seolah hanya memiliki nilai sejarah, mengingat jemaatnya banyak berkurang,
hanya tinggal sekitar 60 orang. Sedangkan pasturnya paling lama menjabat, yaitu
Bruder Jacobus Zinken sekitar 30 tahun. Baru digantikan oleh pastor
berkewarganegaraan Indonesia.
Tanjung
Sakti memiliki banyak peninggalan sejarah termasuk gereja, tugu pahlawan, dan
beberapa bangunan pada masa perjuangan. Namun, kondisinya kurang terpelihara
dengan baik.
Fenemena
legenda, religi, mitos, atau magi dalam budaya pasemah dan keyakinan dasar apa
yang melatarbelakanginya.
2.
Bagaimana budaya besemah berhadapan
dengan perkembangan zaman
Budaya
besemah memiliki berbagai macam adat istiadat dan ada istiadat itu sendiri
adalah segala bentuk kesusilaan dan
kebiasaan orang PASMAH (Besemah) yang menjadi dasar perilaku mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Adat istiadat berisikan mengenai :
1. Adat
istiadat yang tidak mempunyai akibat
hukum atau reaksi adat (upacara hukum, dan adat sopan santun)
2. Adat
istiadat yang mempunyai akibat hukum yang disebut hukum adat
(pelanggaran-pelanggaran)
Adat
istiadat menjadi dasar kehidupan orang-orang besemah itu sendiri, tentunya
banyak tantangan yang dihadapankan pada masyarakat besemah. Dengan adanya era
globalisasi ini menjadi jawaban dan tantangan suku besemah di saat ini dan di
masa yang akan datang. Adanya globalisasi tentu memiliki dampak tersendiri bagi
masyarakat dan setiap pribadi, tinggal kita sendiri yang melakukan dan memilih
mana yang baik dan buruk. Perkembangan zaman membuat adat besemah menjadi
sedikit di lupakan oleh anak muda yang berada di desa besemah, tetapi aturan
tetap aturan dan harus ditegakan agar tidak terjadi tindakan yang merugikan
budaya besemah dan masyarakat. Perkembangan zaman membawa masyarakat besemah
semakin maju dan berkembang dari infrastrukur pedesaan, jembatan, jalan raya
dan lain-lain, sehingga masyarakat besemah di permudah dalam melakukan
pekerjaan dan menjalankan aktivitas mereka. Perkembangan zaman tidak membuat
masyakat besemah sulit untuk beradaptasi dengan keadaan zaman sekarang, tetapi
membuat masyarakat besemah semakin maju dari zaman-zaman sebelumnya.
3.
Bagaimana budaya besemah dihayati dan
dipraktekan oleh masyarakat di zaman ini.
Budaya
besemah memang sudah menjadi tradisi dari turun-temurun, sampai saat ini budaya
besemah tidak luntur dan tidak ada perubahaan yang sangat besar di dalam aturan
adat-istiadat. Budaya besemah sungguh di hayati dan dipraktekan oleh masyarakat
besemah dan menjadi aturan dalam berprilaku dan bergaul antar sesama.
Adapun
beberapa hukum adat yang ada di daerah besemah yaitu :
1. Hukum adat bujang gadis (Mencari jodoh) terdiri dari :
· “Begare” (Pertemuan malam hari)
· “Bergare” (Pertemuan lain)
· Kule berete
· Kule ambek anak (ambek anak / setelah menikah si
bujang / pengantin laki – laki tinggal di
tempat wanita)
· Kule sesame
· Kawin lari (dengan aturan pamit kepada kepala desa
atau pemua adat)
2. Hukum adat tentang kematian
· Bejeghum (Pemberitahuan)
3. Hukum Adat seni budaya terdiri dari beberapa budaya
tradisional yaitu:
· Tari kebagh
· Tari siwar
· Guritan
· Pencak silat
· Tari kikuk
· Tari pedang
· Serdam
Hukum
adat tersebut menjadi pedoman oleh masyarakat besemah dalam berkunjung atau
bertamu, kematian dan seni yang ada di masyarakat besemah dan harus di
lestarikan dan dihayati dan di praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga,
masyarakat besemah sungguh benar-benar menjalankan adat-istiadat yang berlaku
hingga saat ini. Sesuai kenyataan hukum adat besemah sudah di hayati dan
dipraktekan dalam kehidupan masyarakat besemah itu sendiri.
4.
Bagaimana hubungan budaya besemah dengan
agama-agama yang ada di tengah masyarakat
Walau
memiliki keragaman suku, dan berbagai agama yang dianut suku besemah, namun
untuk konflik antar pemeluk agama belum pernah terjadi di Tanjung Sakti Sumatera
Selatan (Sumsel). Menurut Bapak Muhar Duasim daerah besemah selalu kondusif
kerukunan umat beragamanya baik agama katolik maupun agama islam.
Hal
inilah menurut Bapak Muhar Duasim, yang harus terus dijaga. Umat beragama di
daerah Tanjung Sakti, diharapkan Bapak Muhar Duasim, tidak mudah terprovokasi
dan terpecah belah oleh permasalahan
agama yang sedang terjadi saat ini. Misalnya konflik antara umat agama
islam dan katolik. “Belum ada konflik keagamaan, yang mengacu kepada
perpecahan di Daerah Tajung Sakti. Karenanya kerukunan yang sudah terbina ini,
harus terus dijaga.”
Walaupun
di Tanjung Sakti, berkumpul banyak suku bangsa namun kondisi Tanjung Sakti
tetap kondusif dan semua masyarakat bebas melakukan kegiatan keagaman. Banyak
pihak yang berperan dan berupaya memperat hubungan antara pemeluk
agama antaranya pemangku adat dan kepala desa, agar tidak adanya perbedaan
antara umat beragama di daerah Tanjung Sakti. Dengan begitu, konflik tidak akan
terjadi.”
Dulu
daerah Tanjung Sakti masih meletakan kepercayaan mereka kepada nenek moyang,
kepercayaan akan benda-benda sakti dan memuja pohon-pohon besar. Hal ini
sungguh bertentangan dengan ajaran agama yang telah ada. Dari perkembangan
zaman dan peradaban agama di daerah Tanjung Sakti membuat masyarakat di sana semakin
menemukan jalur atau jalan yang benar mengenai agama. Saat ini, tinggal sedikit
masyarakat Tanjung Sakti yang memuja berhala, kebanyakan sudah memiliki agama
dan percayaan terhadap Tuhan.
5.
Tantangan budaya besemah di kemudian
hari
Budaya
besemah tentu memiliki banyak tantangan di kemudian hari apalagi dunia sekarang
sudah sangat cepat berubah baik dari segi teknologi ataupun gaya hidup
manusianya. Tantangan di era globalisasi membuat budaya besemah sedikit pudar
karena rata-rata dari anak muda yang telah tamat SMA atau sederajat untuk
melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu perguruan tinggi di luar daerah
Tanjung Sakti. Misalnya Palembang, Jawa, Jakarta dan lain-lain. Ketika anak
muda merantau dari daerahnya ke daerah lain tentu memiliki budaya dan adat-istiadat
yang berbeda dengan daerah aslinya. Oleh karena itu, orang muda yang diharapkan
akan kembali ke tanjung sakti sebagai penerus generasi berikutnya tapi lebih
memilih untuk tinggal di kota atau daerah yang lebih baik dari daerah Tanjung
Sakti, sehingga sedikit demi sedikit orang muda di situ habis dan penerus
generasi berikutnya pun berkurang.
Budaya
besemah pun lama-lama akan tidak terpakai bahkan nanti akan ada perubahan
terhadap peraturan karena hampir 90 % semua masyarakat Indonesia khusunya
daerah Tanjung Sakti mengikuti mode atau cara berpenampilan orang luar negeri
dan tingkah laku orang luar negeri. Arus globalisasi yang semakin cepat membuat
pemikiran dan tingkah laku setiap orang berbeda-beda karena dampak televisi,
dunia maya, dan banyak lainnya. Dampak tersebut membuat pola pikir generasi
muda semakin ingin melupakan budaya besemah dan ingin mencoba gaya hidup
westerenisasi, mulai dengan pola rambut, berbicara, bersikap, dan pakaian. Hal
tersebut memungkinkan budaya besemah dikemudian hari akan luntur karena era
globalisasi tapi tinggal pribadi setiap orang yang bisa menentukan jalan
hidupnya.
BAB.III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gereja
Katolik dengan inkulturasi budaya besemah merupakan perpaduan dan percampuran
sejarah yang sangat unik karena adanya peradaban dengan budaya setempat yaitu
budaya besemah. Agama menjadi jalur silaturahmi antar umat beragama baik
Katolik ataupun non Katolik, sehingga tidak adanya perpecahan antar umat
beragama dan selalu hidup berdampingan. Pengetahuan mengenai agama haruslah di
didik ke pada generasi muda sejak dini agar tidak sempit mengenai pemikiran
agama dan mengajarkan hal-hal yang positif terhadap generasi muda dan
memberikan pembelajaran mengenai budaya besemah kepada generasi muda agar mereka
mau mencintai budaya yang telah ada. Fenomena legenda, religi, mitos atau magi
merupakaan fenomena yang bener-benar ada dan masih sangat kental dalam
masyarakat besemah, karena adanya kepercayaan terhadap leluhur atau nenek
moyang sehingga hal ini tidak menjadi kesalahan pahaman dalam mempercayai
Tuhan.
Kesan
dalam mengikuti perkuliahan fenomenologi agama dan acara outing class sangatlah
seru, banyak tantangan dan hati tidak bisa tenang kalau sudah memasuki kota
pagaralam karena kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang besar. Adanya
sedikit kekecewaan karena waktu yang dijadwalkan tidak sesuai dengan yang
diharapkan karena faktor kendaraan. Pengetahuan mengenai adat-istiadat dan
sejarah Gereja Katolik yang pertama di Sumatera Selatan adalah pengetahuan baru
yang di dapat dan langsung di praktekan secara langsung. Pesannya untuk
perkuliahan fenomenologi agama dan acara outing class adalah lebih memikirkan
secara matang lagi mengenai kendaraan, karena kendaraan merupakan faktor
pertama dalam keberangkatan ke daerah Tanjung Sakti. Saran saya menggunakan bus
yang lebih kecil sehingga bisa menaklukan rintangan yang ada dan peserta merasa
nyaman dalam perjalanan.
B. Sasaran
Perkenalkan
agama kepada anak-anak disekitar sejak dini agar anak itu dapat tumbuh menjadi
manusia dewasa yang lebih berkualitas, berakhlak dan mampu mengendalikan diri
dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dengan adanya
beberapa fenomenologi mengenai adat istiadat dan kepercayaan agama membuat kita
semakin mengerti mengenai adat istiadat dan agama yang sudah kita peluk dan
mempercayai agama tersebut, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman mengenai
agama dan akibatnya terjadi pertengkaran atau perpecahan antara umat beragama.
Hilangkanlah sifat yang ingin menang sendiri dan carilah ilmu yang lebih banyak
lagi sehingga pemikiran kita mengenai agama itu tidak sempit. mulailah ubah
dunia ini dengan ketenangan antara umat beragama sehingga dapat berelasi dengan
baik antara umat beragama sehingga terciptanya hubungan yang erat antar semua umat
beragama.
Daftar
Pustaka
Anonim
2013.Adat Istiadat Besemah Ulu Manna (Tanjung Sakti). Tanjung
Sakti:Sumatera Selatan.